Brankas
Brankas
Open Finance

Fintech Lending di Indonesia: Jenis-Jenis dan Regulasi Terkini

Brankas Team February 20, 2024
Fintech Lending di Indonesia: Jenis-Jenis dan Regulasi Terkini

Fintech Lending di Indonesia: Jenis-Jenis dan Regulasi Terkini

Fintech lending menjadi salah satu lini teknologi keuangan yang berkembang sangat pesat di Indonesia. Menurut data statistik yang diterbitkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Januari 2023 pemain fintech lending sudah menyalurkan pinjaman online mencapai Rp18,73 triliun untuk 15,93 juta peminjam. Nilai tersebut meningkat 35,72% secara year-on-year.

Perkembangan sektor ini juga cukup pesat. Persisnya dimulai sekitar 2010-an, platform fintech lending mulai muncul menawarkan layanan pinjaman mikro dan model pinjaman antarindividu (peer-to-peer/P2P). Lima tahun berselang, lanskap ini terus bertumbuh pesat dengan munculnya berbagai platform serupa yang menawarkan pengajuan pinjaman yang lebih sederhana dan lebih cepat ketimbang lembaga keuangan tradisional.

Pada tahun 2016, OJK mulai memperkenalkan. kerangka kerja regulasi untuk memastikan perlindungan konsumen dan keseimbangan pasar. Kemudian melahirkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 mengenai Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi sebagai aturan baku fintech lending.

Periode ini juga ditandai dengan peningkatan popularitas fintech lending melalui upaya kampanye pemasaran yang efektif. Dalam perkembangan selanjutnya, terutama menjelang akhir dekade, platform-platform fintech lending merespons kebutuhan pasar dengan mendiversifikasikan produk dan layanan mereka, menyediakan solusi yang lebih luas dan lebih fleksibel bagi konsumen, termasuk dengan hadirnya layanan paylater.

Meskipun berkembang dengan pesat, fintech lending tidak lepas dari tantangan, termasuk peraturan yang semakin ketat. Industri ini terus berinovasi dengan memanfaatkan teknologi tinggi, seperti analisis data dan kecerdasan buatan.

Jenis Layanan Fintech Lending

Seiring perkembangannya, saat ini ada beberapa jenis layanan fintech lending yang beroperasi di Indonesia. Berikut kategorisasinya ditinjau dari segmen layanan yang dituju:

Fintech Lending untuk UMKM

Menurut survei Bank Indonesia tahun 2021, terungkap 69,5% dari total UMKM di Indonesia belum mendapatkan fasilitas kredit perbankan. Dari persentase tersebut, 43,1% di antaranya mengatakan membutuhkan pinjaman kredit untuk meningkatkan usaha mereka. Sehingga jika ditotal, gap pinjaman produktif yang ada sekitar Rp1.605 triliun. Tentu ini menjadi peluang yang coba dimanfaatkan oleh inovator fintech lending dengan menghadirkan produk pinjaman dan pembiayaan khusus untuk UMKM di Indonesia.

Terdapat beberapa jenis fintech lending yang bisa dimanfaatkan oleh pelaku UMKM untuk mengakselerasi bisnisnya, sebagai berikut:

1. Business Financing; layanan ini memberikan pinjaman modal tunai kepada pelaku UMKM. Untuk mengajukan, biasanya ada sejumlah persyaratan yang harus disiapkan, termasuk laporan keuangan (cash flow) hingga legalitas usaha. Ada puluhan fintech lending yang menyediakan permodalan untuk UMKM, beberapa di antaranya Amartha, Crowdee, Koinworks, dan lain-lain.

2. Supply Chain/Invoice Financing; layanan ini memberikan kemudahan kepada pelaku UMKM untuk melakukan belanja barang stok toko. Model bisnisnya menalangi pembelian bahan baku atau barang jualan — lalu diangsur berdasarkan kesepakatan atau jangka waktu tertentu setelah barang tersebut berhasil terjual. Beberapa fintech lending yang menyediakan layanan ini adalah AwanTunai, Akseleran, Danamart, dan lain-lain.

3. Business Paylater; layanan ini memfasilitasi pelaku UMKM belanja barang produktivitas secara dicicil. Konsep dasarnya seperti kartu kredit untuk bisnis. Beberapa fintech lending lokal yang menyediakan layanan ini adalah Investree, Modalku, Paper.id, dan beberapa lainnya.

Fintech Lending untuk Konsumer

Menurut data laporan Payment Cards Analytics dari GlobalData, per tahun 2022 hanya sekitar 6 dari 100 orang di Indonesia yang telah memiliki kartu kredit. Di sisi lain masih ada 97,7 juta orang Indonesia yang masih dalam kategori unbanked. Dari sini dapat disimpulkan, bahwa layanan kredit dari institusi formal belum sepenuhnya bisa mengakomodasi masyarakat Indonesia secara luas — kendati layanan perbankan, multifinance, BPR, koperasi, dan sejenisnya terus digenjot persebarannya.

Ini juga menjadi peluang untuk layanan fintech lending, khususnya yang menyasar pembiayaan untuk kebutuhan konsumtif harian. Dari puluhan pemain yang ada saat ini, berikut jenis model bisnis yang ditawarkan consumer fintech lending di Indonesia:

1. Cash Loan; layanan pinjaman tunai untuk kebutuhan konsumtif. Beberapa penyedia layanannya seperti Credifaz, Asetku, ACC, dan sebagainya.

2. Paylater; layanan pinjaman untuk membiayai pembelian sesuatu di platform digital seperti e-commerce atau OTA. Contohnya Akulaku, Gopaylater, Kredivo, dan sebagainya.

3. Education Loan; layanan pinjaman yang dikhususkan untuk pembiayaan pendidikan dan fasilitas pendukungnya. Contoh penyedia layanan ini adalah Cicil, Pintek, Danacita, dan sebagainya.

Regulasi Fintech Lending di Indonesia

POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah regulasi yang mengatur tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan ini dirilis pada tahun 2016 dan menjadi dasar untuk mengatur fintech lending di Indonesia. Berikut adalah beberapa poin utama dari POJK tersebut:

  • Perizinan: Peraturan ini mengharuskan perusahaan fintech lending untuk memperoleh izin operasional dari OJK. Izin ini diberikan setelah melewati proses evaluasi yang melibatkan aspek-aspek seperti kepemilikan saham, model bisnis, teknologi yang digunakan, manajemen risiko, dan keuangan perusahaan.
  • Modal Disetor: Fintech lending yang ingin mendapatkan izin operasional harus memenuhi persyaratan modal minimum yang ditetapkan oleh OJK. Persyaratan modal ini dimaksudkan untuk memastikan keberlanjutan operasional dan keamanan finansial perusahaan.
  • Bunga Maksimal: Peraturan ini menetapkan batas suku bunga yang dapat dikenakan oleh perusahaan fintech lending. Hal ini bertujuan untuk melindungi konsumen dari bunga yang terlalu tinggi dan mencegah praktik pembebanan biaya yang tidak wajar.
  • Perlindungan Konsumen: Belein ini turut menegaskan pentingnya perlindungan konsumen. Fintech lending diwajibkan untuk memberikan informasi yang jelas dan transparan tentang biaya, suku bunga, dan syarat-syarat pinjaman kepada calon nasabah.
  • Penggunaan Data: Fintech lending diatur dalam penggunaan data nasabah. Perusahaan harus menjaga kerahasiaan data pribadi dan keuangan nasabah serta memastikan penggunaan data yang etis dan sesuai dengan regulasi perlindungan data yang berlaku.
  • Kerja Sama: Peraturan ini mendorong kerja sama antara fintech lending dan lembaga keuangan seperti bank untuk memastikan kolaborasi yang sehat dan memitigasi risiko sistemik dalam sektor keuangan.
  • Pemantauan dan Pelaporan: OJK memiliki peran dalam memantau operasional fintech lending dan dapat meminta laporan berkala untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan.

Untuk mendukung ekosistem fintech lending, Brankas turut memberikan dukungan berupa infrastruktur teknologi keuangan agar memudahkan para perusahaan di bidang terkait untuk comply terhadap regulasi — sembari tetap memberikan pengalaman pengguna yang mengesankan. Melalui layanan berbasis Open API, Brankas menyajikan sejumlah fitur yang dapat diterapkan untuk membantu pengembang dalam merealisasikan aplikasi fintech lending yang intuitif, seperti untuk keperluan e-KYC, Applicant Tracking, Bank Statement Retrieval, Income Verification, Account Management, Loan Disbursement, Payment Reminder, sampai Payment Collection. Studi kasus dan informasi selengkapnya tentang layanan tersebut bisa klik di sini.

Related Articles

Manfaat Open Banking API dan Penerapannya dalam Industri Keuangan
Open Finance 15/03/2024
Manfaat Open Banking API dan Penerapannya dalam Industri Keuangan

Open Banking API adalah sebuah konsep yang memungkinkan lembaga jasa keuangan (bank dan nonbank) berbagi data pelanggan secara aman dengan pihak ketiga secara aman melalui mekanisme Application Programming Interface (API) yang terhubung ke dalam backend aplikasi. Kegiatan berbagi data ini juga turut melibatkan nasabah sebagai pemberi autentikasi dan otorisasi atas data yang mereka miliki.